Islam Madani
  • Selasar
  • Tentang Kami
  • Kajian
  • Kabar

​Islam Madani - Kajian

Ideologi Tafikiri, Islam Madani dan Keindonesiaan

12/2/2015

 
Rudhy Suharto

Keyakinan takfiri dalam ekspresinya pada dasarnya berlawanan dengan makna hakiki dari “kebebasan” itu sendiri. Keyakinan agama berkarakter takfiri sangat mudah memvonis kalangan lain yang berbeda dengannya sebagai golongan yang “sesat” dan “kafir.” Mereka tidak dapat menerima kenyataan adanya perbedaan penafsiran dan praktik dalam agama. Kaum takfiri akan berupaya memaksakan bentuk-bentuk pemahaman dan model-model praktik keagamaannya kepada pihak lain, sembari menuding pemahaman dan praktik pihak lain sebagai itu sebagai suatu kesesatan dan kafir.
Akhir-akhir ini konstitusi Indonesia yang mengakui dan menjamin kebebasan warganya dalam beragama dan berkeyakinan mendapat tantangan.  Peristiwa yang belum lama ini terjadi yang bisa menjadi contoh adalah terbitnya Surat Edaran Walikota Bogor Bima Arya. Dalam surat tersebut, walikota melarang peringatan Asyura yang dilakukan oleh muslim Syiah. Pelarangan ini merupakan contoh yang melibatkan negara dalam pelanggaran konstitusi.  Sedangkan maraknya kelompok anti Syiah di sejumlah daerah  merupakan penentangan terhadap konstitusi yang dilakukan masyarakat. Peristiwa ini terjadi tak lepas dari ideologi tafkiri yang melatarbelakangi.
 
Keyakinan takfiri dalam ekspresinya pada dasarnya berlawanan dengan makna hakiki dari “kebebasan” itu sendiri. Keyakinan agama berkarakter takfiri sangat mudah memvonis kalangan lain yang berbeda dengannya sebagai golongan yang “sesat” dan “kafir.” Mereka tidak dapat menerima kenyataan adanya perbedaan penafsiran dan praktik dalam agama. Kaum takfiri akan berupaya memaksakan bentuk-bentuk pemahaman dan model-model praktik keagamaannya kepada pihak lain, sembari menuding pemahaman dan praktik pihak lain sebagai itu sebagai suatu kesesatan dan kafir.

Di kalangan Islam, karakter takfiri  ini berasal dari paham salafi Wahabi.  Berbagai ajaran dan amalan-amalan kalangan umat Islam lain menjadi sasaran penyesatan dan pengkafiran oleh mereka. Kalangan utama yang menjadi target pengkafiran mereka adalah mazhab Ahlusunnah (Sunni), yang direpresentasikan oleh kalanganNahdatul Ulama (NU) di Indonesia, dan secara lebih agresi adalah terhadap Syiah.  Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siradj dalam berbagai kesempatan mengecam maraknya gerakan tafkiri salafi wahabi ini.  Kelompok salafi Wahabi itu   menjadi “duri dalam daging” bagi umat Islam, dan secara khusus merusak suasana toleransi dan kerukunan beragama rakyat Indonesia.

Ideologi takfiri lain juga mewujud dalam Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), Boko Haram, dan  al-Qaeda. Ketiganya  diakui berangkat dari pemahaman teks keagamaan (kendati salah) tentang prinsip-prinsip jihad,hijrah serta iman dan kafir.  Walau sebenarnya, tidak dapat dibantah bahwa kelahiran pemahaman tersebut tidak dapat dilepaskan dari konteks politik yang terjadi.
 
Islam Madani

Indonesia yang merupakan negara dengan beragam etnis, agama dan budaya memerlukan cara pandang Islam yang lebih moderat dan mampu menjaga kerukunan dalam kehidupan berbangsa. Islam yang dapat memberikan cara pandang yang lebih toleran dalam berbagai perbedaan yang ada dan juga mampu sejalan dengan budaya Indonesia.  Dalam hal inilah relevan untuk mendiskusikan Islam Madani sebagai modus untuk berislam di Indonesia.
 
Menurut Jalaluddin Rakhmat wacana Islam madani berpusat pada kasih sayang kepada sesama manusia sehingga Islam menjadi rahmat bagi semua orang, rahmatan lil’alamin. Kesalehan diukur dari kadar cinta seseorang kepada sesama. Setiap pemeluk agama bisa memberikan makna dalam kehidupannya dengan berkhidmat pada kemanusiaan.
 
Pemahaman Islam madani mensyarakatkan bahwa Islam tidak lepas dari  nilai-nilai universal yang memberikan sumbangan kemanusiaan dan peradaban. Islam  madani paling cocok untuk dikembangkan dalam kehidupan modern dan demokratis, seperti di Indonesia sekarang ini. Hal ini tak lepas dari prinsip-prinsip Islam madani yang mempunyai prinsip-prinsip   menghargai perbedaan (moderat) dan toleran, dan humanis.
 
Konsep moderat menjadi nilai-nilai Islam madani dengan alasan  karena kemoderatanlah yang membedakan substansi ajaran Islam yang diajarkan Rasulullah  dengan ajaran-ajaran lainnya. Secara etimologis, kata 'moderat' merupakan terjemahan dari al-wasathiyah yang memiliki sinonim al-tawazun (keseimbangan) dan al-i?tidal (proporsional).  Dari kemoderatan inilah konsepsi-konsepsi kemasyarakatan yang asasi diturunkan menjadi konsep yang utuh dalam membangun masyarakat Madinah yang solid dan memegang teguh nilai-nilai dan norma keislaman.
 
Sedangkan kata toleran merupakan terjemahan dari al-samahah atau al-tasamuh yang merupakan sinonim dari kata al-tasahul atau al-luyunah yang berarti keloggaran, kemudahan, fleksibelitas, dan toleransi itu sendiri. Kata 'toleran' di dalam ajaran Islam memiliki dua pengertian, yaitu yang berkaitan dengan panganut agama Islam sendiri (Muslim), dan berkaitan dengan penganut agama lain (Nonmuslim).

Jika dikaitkan dengan kaum Muslimin, maka toleran yang dimaksud adalah kelonggaran, kemudahan, dan fleksibelitas ajaran Islam bagi pemeluk-pemeluknya.  Sebab pada hakikatnya, ajaran Islam telah dijadikan mudah untuk dipahami maupun diamalkan. Sehingga Islam sebagai rahmatan li al-alamin benar-benar dimanifestasikan di dalam konteks masyarakat Madinah pada masa Rasulullah.
Bukti logis bahwa Islam sebagai rahmatan li al-alamin yang baik pada setiap zaman dan tempat, maka substansi ajaran Islam harus benar-benar mudah dipahami dan mudah pula untuk diamalkan. Sehingga di dalam perjalanannya, banyak didapati teks-teks al-Quran dan hadis yang menyinggung masalah tersebut.

Islam Madani juga mengandung nilai humanis. Hal ini terkandung dari  substansi ajaran Islam yang diajarkan Rasulullah saw, yang semuanya sesuai dengan fitrah manusia. Islam, sebagai agama paripurna, diturunkan tiada lain untuk mengarahkan manusia kepada hal yang bersifat membangun dan mendatangkan kebaikan, baik di dunia maupun di akhirat. Dalam permasalahan ini, manusia diberikan kebebasan untuk memilih jalannya sendiri tatkala telah dijelaskan, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang terpuji dan mana yang tercela. Islam berhasil mengatur hak-hak personal dan hak-hak sosial secara seimbang, sehingga melahirkan nilai-nilai persaudaraan, kesetaraan, dan kebebasan universal.

Tatanan nilai Islam madani ini membentuk tatanan nilai pada masyarakat yang dikenal sebagai masyarakat madani. Menurut Nurcholish Madjid masyarakat madani adalah suatu tatanan kemasyarakatan yang mengedepankan toleransi, demokrasi, dan berkeadaban serta menghargai akan adanya kemajemukan.

Istilah ‘masyarakat madani’ sebenarnya masih baru, dikutip dari pemikiran Prof. Naquib al-Attasseorang ahli falsafah kontemporari dari Malaysia. Masyarakat madani atau yang disebut pihak Barat sebagai “Civil Society” mempunyai prinsip asas pluralis, toleransi dan hak asasi manusia serta terkandung di dalamnya prinsip ‘demokrasi’.

Penjelasan Nurcholish Madjid menunjukkan civil society berkaitan dengan masyarakat kota madinah pada zaman Rasulullah. Menurutnya, piagam madinah merupakan dokumen politik pertama dalam sejarah umat manusia yang meletakkan dasar-dasar pluralisme dan toleransi, manakala toleransi di Eropah (Inggeris ) baru bermula dengan The Toleration Act of 1689.

Pandangan seperti ini sangat relevan dengan cita-cita untuk apa negara Indonesia ini didirikan. Pancasila sebagai asas negara jelas-jelas mendukung kebhinekaan, dan cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya. Sebagai bangsa yang pluralis dan majemuk, model masyarakat madani merupakan satu model mayarakat Indonesia demi mewujudkan integritas sosial dan integritas nasional.

Perspektif masyarakat madani di Indonesia dapat dirumuskan secara sederhana, yaitu membangun masyarakat yang adil, terbuka dan demokratif, dengan landasan takwa kepada Allah dalam arti semangat ketuhanan Yang Maha Esa. Ditambah pula dengan nilai-nilai hubungan sosial yang luhur, seperti toleransi dan pluralisme, adalah merupakan lanjutan nilai-nilai keadaban (tamaddun). Dengan demikian ideologi tafkiri tak ada tempat di bumi  Indonesia.
 
*) Penulis adalah pegiat Komunitas Islam Madani.

Comments are closed.
    Picture

    Kajian Islam Madani

    Kumpulan catatan kajian dari Komunitas Islam Madani dan artikel lain seputar Islam yang menyejukkan

    Arsip

    December 2015
    November 2015

    RSS Feed

Powered by Create your own unique website with customizable templates.
  • Selasar
  • Tentang Kami
  • Kajian
  • Kabar